Senin, 07 Juli 2008

Fotografi Masa Depan, Sangat Komersial

Oleh: Arbain Rambey

Ini tulisan saya yang sudah dimuat di Kompas
Fotografi Olimpiade, bukan Lagi Sekadar Jepret

SAAT Kompas memotret pertandingan tenis Olimpiade Athena babak pertama tunggal putri antara petenis Indonesia, Angelique Widjaja dan petenis Thailand Tamarine Tanasugarn, seorang petugas mendatangi. Ia memegang ID Kompas, lalu mengatakan," Sir, saya kira Anda sudah tahu kalau ID Anda reporter. Anda tidak berhak memotret."

Beberapa saat kemudian, ia mendekat lagi saat Kompas tetap memotret. "Kalau Anda masih memotret lagi, saya akan memanggil petugas keamanan," katanya tegas.

Memang, kini fotografi bukan lagi sekadar menjepretkan kamera terutama di event sebesar Olimpiade. Kalau Anda ingin memotret, Anda harus punya ID sebagai fotografer. Kalau tak punya, terimalah nasib untuk sekadar menonton.

Indonesia yang akhirnya punya sembilan wartawan yang memakai ID resmi Olimpiade Athena, hanya punya dua fotografer di antaranya. Saat akan mendaftarkan diri di KONI Mei 2003, memang harus ada pertimbangan matang, mau memilih fotografer atau reporter.

Kalau memilih fotografer, memang tidak akan ada yang bisa melarang kalau kita diam-diam menulis. Sedangkan kalau memilih reporter, pasti sulit untuk sembuni waktu memotret. Sekilas tampaknya memilih ID fotografer lebih menguntungkan.

Tapi kenyataan lapangan tidaklah demikian. Anda memang harus jadi tegas memilih sebagai fotografer atau reporter. Dengan ID fotografer, pada beberapa venue Anda tidak bisa duduk di tempat reporter. Dalam pertandingan tertentu, data-data yang mengalir sejalan dengan pertandingan yang sedang berlangsung adalah milik reporter. Buku-buku data yang dibagikan juga hak reporter.

Pada pertandingan atletik misalnya, fotografer tidak bisa duduk di tribun. Padahal di sana segala catatan drama tergambar di televisi yang ada di meja reporter. Detik perdetik.

Selain itu, kalau Anda memilih ID sebagai fotografer, Anda harus sungguh-sungguh seorang fotografer, bukan asal mengaku fotografer. Lupakan kamera dengan lensa pendek. Anda harus membawa lensa panjang dan berat untuk bisa mendapatkan gambar yang memadai. Tempat yang diberikan untuk fotografer memang hanya untuk orang yang membawa lensa panjang.

Fotografer BOLA misalnya, kemana-mana harus membawa lensa 400 milimeter bukaan 2,8 dengan berat lensa saja sekitar 7 kilogram.

MENGAPA masalah foto memfoto dimasalahkan?

Saat ini, selembar foto yang dibuat seorang fotografer bukan semata berita. Ia bisa bernilai uang. Maka, fotografer yang mendaftar ke Olimpiade Athena ini harus menandatangani sebuah perjanjian bersegel. Isi perjanjian itu adalah kesepakatan antara sebuah media cetak (tandatangan sang fotografer dengan cap dari media yang bersangkutan) dengan panitia Olimpiade.

Panitia Olimpiade memberi hak kepada sang fotografer untuk memotret di tempat-tempat yang ditentukan. Namun sang media juga berjanji bahwa foto yang dibuat sang fotografer hanya dipakai untuk berita, bukan untuk kepentingan lain.

Kepentingan lain itu bisa disingkat dengan sebuah kata: dijual. Dan pengertian dijual ini banyak sisinya seperti dibuat poster sebagai bonus sebuah majalah, atau bahkan dijual kepada sebuah perusahaan olahraga.

Maka, pengawasan terhadap reporter yang memotret ini umumnya hanya di cabang-cabang yang fotonya memang mahal seperti tenis. Di cabang ini, pemain-pemain top seperti Venus William, Justine Henin Hardene dan juga Andy Roddick bermain. Dan foto-foto mereka jelas laku dijual.

Di cabang-cabang yang kurang mendunia, atau foto atletnya kurang menarik untuk dikomersialkan seperti angkat besi, pengawasan terhadap reporter yang memotret lebih kendor. Di bulutangkis, KOMPAS juga tidak mengalami kesulitan dalam diam-doam memotret.

Namun ada catatan penting sehubungan dengan larangan memotret ini. Petugas umumnya hanya mencekal reporter yang memotret dengan asumsi sang reporter harusnya tahu rambu-rambu kesepakatan yang sudah dibuat. Sedangkan penonton yang memang tidak tahu peraturan apa-apa, tumumnya dibiarkan memotret.

Selain itu, umumnya penonton yang datang memang memotret dengan kamera saku yang hasilnya pasti tidak layak dijual dengan harga mahal.

Tapi benarkah demikian?

Inilah masalahnya. Saat ini kamera amatir dan kamera profesional sudah saling mendekati. Kamera amatir seperti SONY F828 yang secara penampilan sangat amatir misalnya, pada tangan orang yang mengerti bisa menghasilkan foto sekualitas profesional.

Seorang pengurus Organisasi Olimpiade sebuah negara Eropa, saat berbindang dengan KOMPAS memberikan sedikit bocoran. Menurutnya, di Olimpiade mendatang, entah mulai Beijing 2008 atau sesudahnya, ID untuk wartawan pun akan dijual.

Jadi, kuota seperti saat ini mungkin tidak berlaku lagi seperti Indonesia yang hanya dapat jatah 10 kartu ID. Jatah selama ini diberikan sejalan dengan kemungkinan mendali yang diraih negara yang bersangkutan.

Namun dunia yang makin komersial ini ahirnya memang harus menduitkan segala sesuatu. Olahraga yang juga semain bergelimang uang akhirnya akan membawa kenyataan bahwa segala hal harus dinilai dengan uang

ID membayar ? OK, tapi foto yang saya hasilkan juga akan saya jual�.
(Arbain Rambey, dari Athena)

2 komentar:

Golden Fumindo mengatakan...

Simpanlah Kamera Anda dengan benar berikan SILICA GEL BLUE pada kotak kamera anda.

http://surabaya.olx.co.id/silica-gel-untuk-kamera-iid-106478078

Jahifi mengatakan...

artikel yang menarik kang...sebuah Pengetahuan baru bagi saya. Sy suka memotret, tp sejauh ini hanya memotret untuk diri sendiri. Bukan untuk dikomersilkan atau dimuat di sebuah media. Bukan berarti sy tidak mau melangkah ke sana tetapi ada 2 masalah kang. Pertama, apakah foto sy udah layak. Kedua, kemana sy hr kirim foto sy. Mohon pencerahan kang rambai...makasih