Senin, 07 Juli 2008

Komposisi Fotografi = Rasa Gabungan Warna + Bentuk + Tekstur + Kualitas dan Arah Sinar

Oleh: Iwan Zahar. M.Sc

"Pengarang berkontemplasi dengan huruf, kata, kalimat dan paragraf�, tulisan Tubagus mengenai hal ini benar dan sulit mengkomposisikan kata sesulit mengkomposisikan warna, bentuk dan tekstur ditambah cahaya lagi pada dunia fotografi. Tubagus ingin tetap berpendapat bahwa pengajaran komposisi 1/3 bagian dengan segala hukum fotografi itu wajib diterapkan tergantung situasi dan kondisi. Sebenarnya ilustrasi ini akan menjelaskan keberatan saya atas aplikasi hukum dan segala aturan �dogma� fotografi.

Seorang guru gambar SD memberi contoh gambar pemandangan dengan dua gunung dan satu matahari di tengah. Juga kemudian �memaksakan� murid-murid SD tersebut dengan �teknik gambar orang dewasa� seperti warna biru pada langit, warna coklat pada pohon, warna hijau pada daun dsb. Kalau anak SD tersebut mempunyai imajinasi sendiri yang menggambarkan wajah berwarna ungu, rumbut berwarna jingga, dan proporsi yang nyeleneh. Langsung ditegur oleh guru dogmatik tersebut. Kejadian seperti ini banyak terjadi dan masih sampai saat ini. Hasilnya setelah mahasiswa mereka di tes gambar, dan mereka masih menggambar dengan dua gunung dan satu matahari�betapa miskin kreatifitas para mahasiswa yang non seni rupa terutama.

Ternyata setelah diadakan penelitian, anak-anak itu adalah jenius menggambar yang hilang kejeniusannya setelah dewasa ujar Picasso. Para ahli pendidikan visual anak banyak berpendapat �tidak boleh mengajar teknik menggambar orang dewasa kepada anak-anak di bawah usia 12 th�, hal tersebut akan merusak kreatifitas anak tersebut.

Salah satu cara adalah membuat anak tersebut mengingat pengalaman jalan-jalan, ke kebun binatang, apa yang mereka tonton, kegiatan apa yang mereka lakukan dan kemudian menceritakan dalam bentuk gambar dan sebebas-bebasnya. Boleh warna ungu pada wajah, boleh warna merah pada rumput dsb. Teknik ini sering disebut visualisasi yang tentunya pengarang seperti Tubagus dll apalagi fotografer perlu tahu visualisasi. Anak kecil dianggap jenius dan spontan dalam menggambar, kalau dia lagi benci kakaknya maka kakaknya digambar dengan gigi yang besar dan ekspresi lagi marah. Affandi dan Picasso sekalipun tidak punya ekspresi sebebas dan sespontan anak-anak kecil.




Aturan hukum rule of the third, komposisi 9 bagian, simetris, komposisi diagonal pada dunia fotografi yang dimakan mentah-mentah oleh siswa dan dijadikan sebagai hukum yang tidak terbantahkan oleh fotografer (baca: ada dan tidak semua). Hukum-hukum tersebut ada setelah karya seni rupa dibuat. Tetapi seniman biasanya selalu berusaha keluar dari hukum-hukum tersebut. Fotografer dilatih rasa terhadap komposisi warna, bentuk, tekstur dan sinar. Hukum itu hanya sebagai pengetahuan saja dan kadang-kadang masih muncul secara tidak sengaja pada saat pemotretan. Pada saat memotret kita biasanya tahu, melihat (visualisasi) dan setelah jam terbangnya tinggi kita mulai main rasa pada komposisi. Kalau ngomong dan bicara terus emang sulit, paling gampang secara visual.


Monalisa yang saya obrak abrik latar belakangnya dari yang asli (gb1 asli). Gb 2 latar belakang saya turunkan garis horisonnya jadi seperti menggunakan lensa sudut lebar. Gb 3 latar belakang membesar seperti penggunaan lensa tele.


Rasanya ketiga gambar ini oke-oke aja. Rasa misterius tidak berubah dari senyum Monalisa. Latar belakang yang warnanya hijau monokrom seimbang saja, walau garis horisonnya berubah mengikuti hukum 1/3 dan ada yang tidak. Rasa keseimbangan tetap terjaga. Gimana kalau kita rubah warna pada langitnya? Nah, baru rasa keseimbangan pada lukisan ini terganggu. Hukum 1/3 langsung tidak bisa berlaku lagi.



Pada contoh lain, warna merah baju, kuning kaos sebagai warna yang panas diseimbangkan dengan warna yang hijau dari rumput Gb 4. Pada pemotretan warna kita sering kali lebih memainkan RASA terhadap proporsi warna bukan masalah garis horison 1/3 atau bukan. Pada foto ini warna kaos kuning dengan orang yang relatif ditengah gambar menjadi pusat perhatian. Terasa permainan keseimbangan antara warna kuning, merah dan warna hijau rumput. Pusat perhatian pada warna kuning dan bukan warna merah seperti lazimnya


Gb 5, saya coba ganti dengan warna merah semua dan ternyata rasa keseimbangan menjadi rasa warna merah vs warna hijau rumput, sedangkan warna lain seperti langit yang putih dan coklat kehitaman dari pohon sebagai penyeimbang yang tidak begitu kuat. Gb 6 saya coba mengikuti �hukum� atau selera Advertising yang mewajibkan langit biru.


Ternyata rasa humor dari orang-orang yang bermain bola itu malah terganggu dengan warna birunya langit. Warna langit putih seperti gambar sebelumnya lebih tidak menonjol dan rasa kegembiraan orang-orang yang bermain lebih menonjol.


Gb7. Saya coba ganti dengan hitam putih, ternyata hitam putih memang menonjolkan tekstur rumput dan bentuk manusia yang dorong-dorongan. Tetapi rasa humor dan kegembiraan pada contoh foto ini dibantu oleh warna pakaian merah dan kuning atau warna-warna cerah. Memang belum tentu foto hitam putih yang dianggap bagus untuk memotret orang selalu berhasil dalam setiap kondisi. Pada foto hitam putih, warna bulatan-bulatan sinar itu yang mengganggu dan melemahkan. Pusat perhatian kita agak terpecah. Pada foto warna, baju kaos kuning dan merah berhasil menyeimbangkan gambar secara keseluruhan dan menjadi pusat. Ditambah warna bola yang merah semua dan mengikat semua bentuk kebersamaan orang-orang yang bermain.


Mengembangkan rasa dalam melihat hubungan bentuk dan warna masih lebih penting dari pada menerapkan hukum-hukum fotografi. Lagipula kita musti tahu apakah hukum 1/3 bagian dari lukisan pada era 500 th yang lalu (Leonardo da Vinci) bisa diterapkan pada fotografi. Fotografi merekam suatu yang realitas dan hampir yang seperti kita lihat terutama foto warna.

Hukum 1/3 bagian baru efektif digunakan pada foto yang ada garis horisonnya seperti di pantai, gunung, danau atau dataran yang luas dan terlihat garis horisonnya. Itupun tergantung dari warna langit, warna tanah dan posisi manusia atau benda yang difoto. Saya baca pembahasan Tubagus jauh dari warna, bentuk, tekstur dan kualitas + arah sinar, seakan pada tulisan itu komposisi foto = grammar atau tata bahasa yang banyak aturannya. Komposisi foto sebenarnya bebas selama bisa menimbulkan rasa tertentu. Selain analisa Rasa dari foto, pembahasan komposisi merupakan hal yang utama dalam melancarkan kritik foto. Yang jadi persoalan latihan meningkatkan rasa jauh lebih sulit dibandingkan belajar �hukum fotografi� atau teknik fotografi.***

Tidak ada komentar: