Senin, 07 Juli 2008

Fotografi Jusnalistik sebagai Media Komunikasi

Oleh: Wendra Ajistyatama

�I don�t know any photojournalists who do the job for the sake of money. They do it to communicate�. (James nachtwey)

Pendahuluan
Fotografi jurnalistik muncul dan berkembang di dunia sudah lama sekali, tetapi lain halnya dengan di Indonesia, foto pertama yang di buat oleh seorang warga negara Indonesia terjadi pada detik-detik ketika bangsa ini berhasil melepaskan diri dari belenggu rantai penjajahan. Alex Mendur (1907-1984) yang bekerja sebagai kepala foto kantor berita Jepang Domei, dan adiknya sendiri Frans Soemarto Mendur (1913-1971), mengabadikan peristiwa pembacaan teks Proklamasi kemerdekaan republik Indonesia dengan kamera Leica, dan pada saat itulah pada pukul 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945 foto jurnalis Indonesia lahir.

Fotografi Jurnalistik
Definisi fotografi dapat diketahui dengan menyimpulkan ciri-ciri yang melekat pada foto yang dihasilkan.

Ciri-ciri foto jurnalis:
1.Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri.
2.Melengkapi suatu berita/artikel.
3.Dimuat dalam suatu media.

Sebuah foto dapat berdiri sendiri, tapi jurnalistik tanpa foto rasanya kurang lengkap, mengapa foto begitu penting ?, karena foto merupakan salah satu media visual untuk merekam/mengabadikan atau menceritakan suatu peristiwa.
�Semua foto pada dasarnya adalah dokumentasi dan foto jurnalistik adalah bagian dari foto dokumentasi� (Kartono Ryadi, Editor foto harian Kompas). Perbedaan foto jurnalis adalah terletak pada pilihan, membuat foto jurnalis berarti memilih foto mana yang cocok. ( ex: di dalam peristiwa pernikahan, dokumentasi berarti mengambil/memfoto seluruh peristiwa dari mulai penerimaan tamu sampai selesai, tapi seorang wartawan foto hanya mengambil yang menarik, apakah public figure atau saat pemotongan tumpeng saat tumpengnya jatuh, khan menarik) hal lain yang membedakan antara foto dokumentasi dengan foto jurnalis hanya terbatas pada apakah foto itu dipublikasikan (media massa) atau tidak.

Nilai suatu foto ditentukan oleh beberapa unsur:

1. Aktualitas.
2. Berhubungan dengan berita.
3. Kejadian luar biasa.
4. Promosi.
5. Kepentingan.
6. Human Interest.
7. Universal.

Foto jurnalistik terbagi menjadi beberapa bagian:

1. Spot news : Foto-foto insidential/ tanpa perencanaan. (ex: foto bencana, kerusuhan, dll).
2.General news : Foto yang terencana (ex : foto SU MPR, foto olahraga).
3.Foto Feature : Foto untuk mendukung suatu artikel.
4.Esai Foto : Kumpulan beberapa foto yang dapat bercerita.

Foto yang sukses

Batasan sukses atau tidaknya sebuah foto jurnalistik tergantung pada persiapan yang matang dan kerja keras bukan pada keberuntungan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada foto yang merupakan hasil dari �being in the right place at the right time� . Tetapi seorang jurnalis profesional adalah seorang jurnalis yang melakukan riset terhadap subjek,mampu menetukan peristiwa potensial dan foto seperti apa yang akan mendukungnya (antisipasi). Itu semua sangat penting mengingat suatu moment yang baik hanya berlangsung sekian detik dan mustahil untuk diulang kembali.

Etika, empati, nurani merupakan hal yang amat penting dan sebuah nilai lebih yang ada dalam diri jurnalis foto.

Seorang jurnalis foto harus bisa menggambarkan kejadian sesungguhnya lewat karya fotonya, intinya foto yang dihasilkan harus bisa bercerita sehingga tanpa harus menjelaskan orang sudah mengerti isi dari foto tersebut dan tanpa memanipulasi foto tersebut.

Fotografi Masa Depan, Sangat Komersial

Oleh: Arbain Rambey

Ini tulisan saya yang sudah dimuat di Kompas
Fotografi Olimpiade, bukan Lagi Sekadar Jepret

SAAT Kompas memotret pertandingan tenis Olimpiade Athena babak pertama tunggal putri antara petenis Indonesia, Angelique Widjaja dan petenis Thailand Tamarine Tanasugarn, seorang petugas mendatangi. Ia memegang ID Kompas, lalu mengatakan," Sir, saya kira Anda sudah tahu kalau ID Anda reporter. Anda tidak berhak memotret."

Beberapa saat kemudian, ia mendekat lagi saat Kompas tetap memotret. "Kalau Anda masih memotret lagi, saya akan memanggil petugas keamanan," katanya tegas.

Memang, kini fotografi bukan lagi sekadar menjepretkan kamera terutama di event sebesar Olimpiade. Kalau Anda ingin memotret, Anda harus punya ID sebagai fotografer. Kalau tak punya, terimalah nasib untuk sekadar menonton.

Indonesia yang akhirnya punya sembilan wartawan yang memakai ID resmi Olimpiade Athena, hanya punya dua fotografer di antaranya. Saat akan mendaftarkan diri di KONI Mei 2003, memang harus ada pertimbangan matang, mau memilih fotografer atau reporter.

Kalau memilih fotografer, memang tidak akan ada yang bisa melarang kalau kita diam-diam menulis. Sedangkan kalau memilih reporter, pasti sulit untuk sembuni waktu memotret. Sekilas tampaknya memilih ID fotografer lebih menguntungkan.

Tapi kenyataan lapangan tidaklah demikian. Anda memang harus jadi tegas memilih sebagai fotografer atau reporter. Dengan ID fotografer, pada beberapa venue Anda tidak bisa duduk di tempat reporter. Dalam pertandingan tertentu, data-data yang mengalir sejalan dengan pertandingan yang sedang berlangsung adalah milik reporter. Buku-buku data yang dibagikan juga hak reporter.

Pada pertandingan atletik misalnya, fotografer tidak bisa duduk di tribun. Padahal di sana segala catatan drama tergambar di televisi yang ada di meja reporter. Detik perdetik.

Selain itu, kalau Anda memilih ID sebagai fotografer, Anda harus sungguh-sungguh seorang fotografer, bukan asal mengaku fotografer. Lupakan kamera dengan lensa pendek. Anda harus membawa lensa panjang dan berat untuk bisa mendapatkan gambar yang memadai. Tempat yang diberikan untuk fotografer memang hanya untuk orang yang membawa lensa panjang.

Fotografer BOLA misalnya, kemana-mana harus membawa lensa 400 milimeter bukaan 2,8 dengan berat lensa saja sekitar 7 kilogram.

MENGAPA masalah foto memfoto dimasalahkan?

Saat ini, selembar foto yang dibuat seorang fotografer bukan semata berita. Ia bisa bernilai uang. Maka, fotografer yang mendaftar ke Olimpiade Athena ini harus menandatangani sebuah perjanjian bersegel. Isi perjanjian itu adalah kesepakatan antara sebuah media cetak (tandatangan sang fotografer dengan cap dari media yang bersangkutan) dengan panitia Olimpiade.

Panitia Olimpiade memberi hak kepada sang fotografer untuk memotret di tempat-tempat yang ditentukan. Namun sang media juga berjanji bahwa foto yang dibuat sang fotografer hanya dipakai untuk berita, bukan untuk kepentingan lain.

Kepentingan lain itu bisa disingkat dengan sebuah kata: dijual. Dan pengertian dijual ini banyak sisinya seperti dibuat poster sebagai bonus sebuah majalah, atau bahkan dijual kepada sebuah perusahaan olahraga.

Maka, pengawasan terhadap reporter yang memotret ini umumnya hanya di cabang-cabang yang fotonya memang mahal seperti tenis. Di cabang ini, pemain-pemain top seperti Venus William, Justine Henin Hardene dan juga Andy Roddick bermain. Dan foto-foto mereka jelas laku dijual.

Di cabang-cabang yang kurang mendunia, atau foto atletnya kurang menarik untuk dikomersialkan seperti angkat besi, pengawasan terhadap reporter yang memotret lebih kendor. Di bulutangkis, KOMPAS juga tidak mengalami kesulitan dalam diam-doam memotret.

Namun ada catatan penting sehubungan dengan larangan memotret ini. Petugas umumnya hanya mencekal reporter yang memotret dengan asumsi sang reporter harusnya tahu rambu-rambu kesepakatan yang sudah dibuat. Sedangkan penonton yang memang tidak tahu peraturan apa-apa, tumumnya dibiarkan memotret.

Selain itu, umumnya penonton yang datang memang memotret dengan kamera saku yang hasilnya pasti tidak layak dijual dengan harga mahal.

Tapi benarkah demikian?

Inilah masalahnya. Saat ini kamera amatir dan kamera profesional sudah saling mendekati. Kamera amatir seperti SONY F828 yang secara penampilan sangat amatir misalnya, pada tangan orang yang mengerti bisa menghasilkan foto sekualitas profesional.

Seorang pengurus Organisasi Olimpiade sebuah negara Eropa, saat berbindang dengan KOMPAS memberikan sedikit bocoran. Menurutnya, di Olimpiade mendatang, entah mulai Beijing 2008 atau sesudahnya, ID untuk wartawan pun akan dijual.

Jadi, kuota seperti saat ini mungkin tidak berlaku lagi seperti Indonesia yang hanya dapat jatah 10 kartu ID. Jatah selama ini diberikan sejalan dengan kemungkinan mendali yang diraih negara yang bersangkutan.

Namun dunia yang makin komersial ini ahirnya memang harus menduitkan segala sesuatu. Olahraga yang juga semain bergelimang uang akhirnya akan membawa kenyataan bahwa segala hal harus dinilai dengan uang

ID membayar ? OK, tapi foto yang saya hasilkan juga akan saya jual�.
(Arbain Rambey, dari Athena)

Buku: Sekilas Foto Jurnalistik

Oleh: Sandhi Irawan

SEORANG kawan di Bandung sempat memperoleh momen yang cukup langka. Ia mengabadikan suatu peristiwa kebakaran di rumah dinas seorang pejabat terkenal di kota itu. Sampai datangnya mobil pemadam kebakaran kira-kira 10 menit kemudian, tidak terlihat olehnya kehadiran pewarta foto. Hanya ia satu-satunya pemotret yang ada di tempat kejadian.

�����������

Hari itu juga, setelah hasil jepretannya dilihat, ia menghubungi sebuah harian lokal untuk menawarkan foto-fotonya. Namun niat baiknya itu ditolak. Dikatakan bahwa mereka telah memiliki cukup dokumentasi foto. Esoknya, foto-foto yang muncul di koran itu ternyata hanya menggambarkan puing-puing sisa kebakaran saja.

�����������

Penolakan semacam itu tentu menimbulkan pertanyaan dan rasa heran. Apa kriteria foto-foto yang layak dimuat di media massa? Siapa yang bisa memberikan kontribusi? Bagaimana kualifikasi dan prosedurnya?

�����������

Buku ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan seperti itu, tetapi, sayang, tidak tuntas. Pembahasaan yang tidak utuh dan lengkap malah menimbulkan pertanyaan baru. Terutama bagi kalangan awam yang ingin menekuni fotografi jurnalistik, seperti keinginan penulis buku ini.

***

�����������

Penjelasan foto jurnalistik di dua bab awal sebenarnya sudah memancing peminat fotografi untuk mengetahui definisinya, karakternya, jenis-jenis dan syaratnya. Termasuk bagaimana menjadi pewarta foto dan stringer (pewarta foto lepas).

�����������

Di LKBN Antara, tempat Audy berkarya, menerapkan aturan stringer harus berpendidikan minimal perguruan tinggi, mempunyai kemampuan dasar fotografi termasuk fotografi jurnalistik, dan berpengetahuan luas.

�����������

Namun semua penjelasannya seolah berhenti sampai di situ. Di bab-bab berikutnya, terutama Bab 3-7 (hal 18-80) dan sebagian Bab 9 (hal 95-101), pembahasannya tidak lagi terfokus pada fotografi jurnalistik. Melainkan sudah melebar kemana-mana. Dari sekadar (cuma) memasang film sampai tips membeli kamera dan lensa bekas(!). Padahal masih dibutuhkan penjelasan yang lebih komprehensif dan mendalam.

�����������

Ini patut disayangkan. Sebab pembahasan mengenai kamera dan lensa beserta aksesorisnya dan teknik kamar gelap tidak perlu ditulis panjang dalam bab tersendiri. Cukup dijelaskan secara singkat dalam beberapa paragraf. Atau dibuat 1 buku terpisah dengan penjelasan yang lebih detil.

�����������

Di samping itu, saat ini nyaris tak ada pewarta foto yang mau berkutat menghabiskan waktu di kamar gelap. Ada bagian lain yang mengurusinya. Tugas pewarta foto adalah memotret, memotret, dan... terus memotret.

�����������

Dalam kaitannya dengan fotografi jurnalisitik, kenapa tidak dibahas cara atau semacam pedoman untuk membuat foto jurnalistik yang baik? Janganlah sekadar memberikan saran �buatlah foto yang lain daripada orang lain�, karena ini tentu berkorelasi dengan kreativitas. Nah, bagaimana memunculkan kreativitas itu di lapangan?

�����������

Dengan begitu banyaknya pewarta foto dan stringer saat ini, bagaimana trik mendapatkan foto jurnalistik terbaik ketika meliput suatu peristiwa? Pengalaman Audy meliput berbagai peristiwa baik di dalam maupun di luar negeri tentu akan sangat bermanfaat.

�����������

Selain itu, bagaimana proses pembuatan foto esai? Ini juga perlu dibahas lebih lanjut. Pengalaman pria kelahiran Jakarta, 42 tahun lalu, ini membuat foto esai seperti �Perang Suku� di Wamena, Papua atau kehidupan satwa liar di Ujung Kulon, disertai contoh foto-fotonya akan lebih mudah dipahami. Paling tidak, bisa diuraikan dari perencanaan hingga proses pemilihan akhir foto beserta alur ceritanya.

***

�����������

Hal lain yang perlu dicermati adalah istilah yang dipakai untuk menyebut kepekaan film. Penyebutan ASA (American Standard Association, hal 27-28 dan 35-36) sebenarnya sudah diganti dengan ISO (International Standard Organization). Istilah ISO sendiri sudah dikenal dan dipakai sejak awal tahun 1980-an.

�����������

Istilah lain yang membuat dahi berkerut adalah �kelistrikan� lensa (hal 101). Apakah itu terjemahan bebas dari built-in CPU? Kenapa tidak menggunakan �kontak CPU� (CPU contacts) lensa seperti yang biasa tertulis di manual lensa?

�����������

Penggunaan atau pencantuman kata �Fotojurnalistik� di sampul depan sebaiknya juga dipertimbangkan. Karena dari seluruh materi yang ada di dalam buku ini, hanya sekitar 20 persen yang membahas masalah fotografi jurnalisitik.

�����������

Namun demikian, niat Audy Mirza Alwi mengajak pembaca yang mau atau sedang belajar fotografi, untuk masuk ke belantara fotografi jurnalistik, sesungguhnya patut dihargai. Meski harus diingat pula, jalan menuju ke arah pewarta foto (profesional) sungguh sangat panjang dan melelahkan. Itu pun kalau mampu dilalui.***

Karyanya Mengilhami Film "Emory Kristof, Pakar Fotografi Dasar Laut"

Oleh: Arbain Rambey

SELAMA ini fotografi selalu dipandang sebagai cabang seni. Namun, dalam dunia global seperti sekarang ini dimana sebuah keahlian bisa dipandang dari sisi mana pun, bisakah fotografi dipandang sebagai cabang teknologi?

Adalah Emory Kristof� (63 tahun), yang memberi� sebuah pernyataan unik saat berjumpa dengan sejumlah fotografer Jakarta Senin (24/1) lalu. "I am a photography engineer," katanya.

Ya, Kristof mengaku bahwa dirinya adalah seorang "insinyur" fotografi. Sebuah pernyataan yang bisa dipandang sebagai mengada-ada, namun bisa juga menjadi bahan pemikiran lebih jauh.

Kenyataan lapangan dari pengakuannya itu memang sangat menakjubkan. Apa yang dikerjakan Kristof selama ini memang sangat berbau teknologi.� Ia dikenal sebagai pelopor dan inovator di bidang fotografi bawah air dengan menggunakan robot kamera dan remotely operated vehicles (ROVs).


Kristoflah yang� menciptakan desain awal untuk sistem elektronik kamera yang dipasang di ROV bernama Argo, yang berhasil memotret bangkai Titanic untuk pertamakalinya pada tahun 1984.� Pemotretan Titanic yang lebih sempurna dilakukannya lagi pada tahun 1991 dengan wahana bernama MIR.

Dari hasil pemotretan-pemotretan Kristof pada kapal Titanic lah dunia lalu jadi tahu keadaan sebenarnya kapal legendaris itu setelah tenggelam hampir seratus tahun lalu. Dengan ide dari foto-foto Kristof jugalah yang akhirnya lahir film peraih beberapa Piala Oscar, Titanic,� dengan bintang Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet. Foto-foto nyata Titanic karya Kristof lebih memberikan gambaran jelas daripada foto dari sonar yang telah ada sebelumnya.

Tanggal 24 sampai tanggal 28 Januari 2005, Kristof yang fotografer majalah ilmiah petualangan National Geographic tahun 1964-1994 ini memamerkan karya fotografi bawah lautnya di Gedung Arsip Nasional, Jakarta. Dengan tajuk �Deep Sea�, pameran foto ini digelar dalam rangkaian peluncuran versi Bahasa Indonesia dari majalah National Geographic pada bulan Maret mendatang.


Dari pemotretan kapal Titanic saja, sebenarnya definisi fotografi "konvensional" sudah diobrak-abrik oleh Kristof. Ia tidak memotret dengan cara lazim, yaitu sang fotografer datang ke lokasi dengan kamera di dadanya, lalu jepret sana-jepret sini. Dengan kondisi kapal Titanic yang berada di dasar laut pada kedalaman 3810 meter, jelas sampai saat ini belum ada fotografer yang bisa memotretnya dengan cara biasa. Tekanan air di daerah kapal Titanic demikian besarnya sehingga sebuah mobil bisa terperas sampai sebesar sebuah sepeda motor saja.

Yang juga membuat cara Kristof lebih dekat ke teknologi daripada seni adalah pada realita tantangan pemotretan yang dilakukannya. Dengan mengkhususkan diri pada pemotretan bawah laut, jelas ia harus memahami mekanika dan elektronika lebih banyak daripada seni. Tidak semata kamera yang digunakan sangat khusus, namun juga harus ada wadah bagi kamera itu yang bisa melindunginya dari tekanan sangat tinggi.

Selain itu, dengan kedalaman hampir empat kilometer, jelas Kristof membutuhkan pengendali jarak jauh yang sangat handal. Pengendali ini juga dua arah, artinya selain ia bisa mengamati apa yang "dilihat" kameranya, Kristof juga bisa memberikan perintah real time pada peralatannya yang berada jauh di dasar sana.

Selain itu, orang yang gemar fotografi pasti tahu sulitnya memotret dengan cahaya buatan alias dengan lampu kilat. Di dasar laut yang luar biasa dalam, keadaan luar biasa gelap. Selain itu, di dasar laut nyaris tidak ada bidang yang bisa memantulkan cahaya. Dengan demikian, sebuah lampu kilat yang menyala di dasar laut hanya akan menghasilkan sinar untuk sang objek saja. Padahal, objeknya pun sangat tidai terduga karena tidak bisa disurvai terlebih dahulu.

Maka, pemotretan Kristof pun dari segi pengaturan pencahayaan buatan pun sangatlah rumit. Ia tidak bisa menggunakan flash meter atau spot meter untuk mengukur akurasi pencahayaan. Walau memakai cahaya buatan sepenuhnya, fotografi Kristof bukanlah fotografi studio dengan model yang bisa kita atur posenya.

Dan satu yang terpenting, pada tahun 1984 saat memotret Titanic itu, Kristof telah memakai teknologi pemotretan non-film, namun belum digital seperti yang kita kenal akhir-akhir ini. Ia mengatakan bahwa pemotretannya memakai sarana rekaman elektronik definisi tinggi.

Selain proyek pemotretan Titanic, Kristof juga� memimpin� sebuah survey fotografi bangkai� kapal perang Alabama milik tentara Konfederasi pada tahun 1992 di perairan Perancis. Pada tahun 1993 ia juga ikut ekspedisi bangkai kapal San Diego, kapal dagang asal� Spanyol dari abad ke-16, yang karam di perairan Filipina. Di tahun 1995 ia memimpin ekspedisi pengangkatan kapal Edmund Fitzgerald dari Amerika Serikat, dan menayangkan dalam sebuah cuplikan liputan televisi berkualitas tinggi mengenai kehidupan di laut dalam.

Karya fotografi Kristof secara umum� telah membuka dan menggali kehidupan di dunia laut dalam kepada dunia. Artikel Kristof dan Bill Cursinger berjudul "Mengetes Perairan Rongelap" telah dipublikasikan di majalah National Geographic edisi� April 1998.� Kisah itu mengungkapkan kehidupan bawah air di perairan Kepulauan Marshall yang telah terkontaminasi limbah nuklir.

Pada bulan Agustus 1991, foto-foto� Kristof� tentang Titanic muncul di majalah National Geographic dalam artikel berjudul "Tragedi Dalam Tiga Dimensi". Foto-toto dari liputan tahun 1991 tersebut menggunakan sistem pencahayaan densitas tinggi, yang menghasilkan� detil yang sangat luarbiasa melalui penyuntingan� komputer 3-Dimensi.

Sebenarnya, Kristof tidak pernah bermimpi akan menjadi fotografer dengan bidang liputan demikian khusus. Ia yang lahir pada� tahun 1942 ini masuk jurusan jurnalistik di Universitas Maryland di College Park dan meraih gelar sarjana tahun 1964. Setelah lulus, ia langsung� menjadi fotografer majalah National Geographic yang kemudian dijalaninya sampai selama 30 tahun. Dalam periode ini pula, ia sempat menulis sampai 39 artikel untuk mejalah itu.

Karya-karya Kristof telah memenangkan banyak penghargaan, baik dalam bidang tulisan maupun fofografi. Namun, penghargaan yang terpenting baeangkali hadiah J.Winton Lemen Fellowship Award tahun 1998 dari U.S. National Press Photographers Association. Ia dinobatkan sebagai, "salah seorang dalam profesi kita yang paling inovatif dan imajinatif, dengan minat yang sangat khusus dalam foto-foto dari kedalaman samudera, yang dipersembahkannya� kepada pembaca majalah National Geographic."� (Arbain Rambey)

Petunjuk Praktis Foto Panggung

Oleh: Arbain Rambey

Menyiasati Cahaya, Waktu dan Komposisi

MEMOTRET pertunjukan di panggung merupakan sebuah cabang fotografi yang unik. Pengetahuan fotografi saja tidak cukup untuk bekal melakukannya. Selain butuh pengalaman dari pemotretan-pemotretan sebelumnya, fotografi panggung juga butuh "pengalaman lokal".


Pengalaman lokal yang dimaksud adalah pemahaman pada adegan-adegan yang akan dipotret. Pada sebuah pertunjukan teater misalnya, seorang fotografer perlu mendapatkan "adegan kunci", yaitu sebuah foto yang bisa mewakili pertunjukan secara keseluruhan. Di sini, waktu atau timing saat kamera dijepretkan sangatlah menentukan. Dua adegan yang berselisih waktu detik pun bisa sangat berbeda penampilannya.

Survei pendahuluan sebelum memotret bisa dilakukan dengan mempelajari skenario atau bertanya ke beberapa pemainnya. Kalau ada gladi resik, survai bisa dilakukan (sambil memotret tentu saja) pada gladi resiknya. Kalau ada adegan yang terlepas dari pemotretan, bisa diulangi pada pertunjukan aslinya. Selain itu, mempelajari gladi resik membantu seorang fotografer untuk mendapatkan tempat berdiri terbaik dan juga� arah cahaya yang tepat .

Namun, banyak pertunjukan yang hanya boleh dipotret pada gladi resiknya saja. Untuk hal ini, survai yang harus dilakukan mau tidak mau adalah dengan mempelajari alur ceritera pertunjukan itu dan peralatan yang aada di gedungnya. Mempelajari adegan demi adegan juga sangat diperlukan untuk membantu membuat komposisi foto. Pada beberapa kesempatan, pemilihan komposisi foto benar-benar harus diputuskan dalam waktu singkat saat melihat adegan itu berlangsung. Sebagai contoh adalah foto berikut� yang memilih komposisi tidak simetris dengan memasukkan unsur asap sebagai eleman di bagian kanan. Keputusan memilih komposisi akan makin mudah dengan makin seringnya seorang fotografer memotret.

***

PADA pergelaran busana, pemotretan sebuah busana dilakukan saat busana itu menempel di tubuh peragawati. Peragawati bisa berjalan di catwalk yang ditonton rame-rame, atau bisa juga peragawatinya memang berpose khusus untuk para fotografer. Pada kondisi pertama, seorang fotografer harus menjepretkan kameranya saat sang peragawati berada pada kondisi menampilkan busana pada titik terbaik. Kondisi ini tercapai biasanya saat sang perawati memutar di ujung catwalk. Pada titik ini, lampu penerangan biasanya juga berada pada titik terbaik. Peragawati senior umumnya lebih mudah dipotret sebab mereka sudah sangat berpengalaman. Bebereapa peragawati pemula, menundukkan pandangannya saat memutar sehingga foto yang didapat kurang "menggigit".

Sedangkan pada peragaan busana yang tidak di catwalk, kesulitan utama berebut tempat dengan fotografer lain yang sering jumlahnya belasan. Di sebuah tempat yang terbatas, banyak orang berebut memotret ke suatu titik seperti foto di bawah ini.

Diperlukan kecepatan memfokus, mengkomposisi dan menentukan saat menjepretkan kamera. Selain itu, cahaya yang umumnya minim membutuhkan penguasaan pengukuran pencahayaan dan pemilihan White Balance yang cepat dan akurat. Pada beberapa pertunjukan busana yang besar, lampu yang dipakai umumnya bertipe daylight sehingga white balancenya sama dengan cahaya matahari. Pada pergelaran yang lebih kecil, lampu yang dipakai umumnya tungsten dengan berbagai tingkat kekuningan pada warna cahayanya. Pengolahan white balance sangat penting agar warna yang ada di foto wajar dan benar.

***

LAIN lagi pemotretan pertunjukan hiburan. Pertunjukan musik dari kelompok atau bintang� besar seperti Toto, Sting, Phil Collins, Mick Jagger atau juga Julio Iglesias hanya mengizinkan fotografer dari berbagai media cetak memotret satu atau dua lagu awal. Setelah itu, semua fotografer harus mengeluarkan kameranya keluar gedung. Mau nonoton terus silakan sesuai undangan, tapi dilarang memotret lagi.

Hal ini bisa dimengerti sebab foto sang bintang bernilai uang. Pemotret yang dizinkan memotret terus hanya fotografer resmi panitia. Fotografer media cetak hanya diizinkan memotret untuk konsumsi berita.

Bahkan, untuk pertunjukan Julio Iglesias, fotografer hanya boleh memotret dari sisi kiri Julio. Tidak pernah ada penjelasan mengapa Julio tak mau difoto dari sis kanan. Sebaiknya para fotografer menurut saja.

Sedangkan pada pertunjukan sulap David Copperfield,� hanya adegan David muncul ke panggung sambil bercanda-canda sedikit yang boleh dipotret. Konon, dengan lensa tela akan banyak terungkap trik-trik rahasia pesulap sohor ini.

Namun, pada pertunjukan musik, inti foto memang pada vokalis. Kalau ada satu dua pemusik ikut terekam, itu lebih baik. Pada pertunjukan grup Dewa pada foto di bawah ini, foto vokalis Once sendirian pada beberapa keadaan bisa dianggap sudah mewakili Dewa secara keseluruhan.

***

HAL terakhir dan terpenting yang harus dipikirkan pada pemotretan panggung adalah masalah pencahayaan. Dengan pelaksanaan pertunjukan yang umumnya malam, secara umum cahaya pada sebuah� pertunjukan adalah lampu sorot yang menyinari objek utama dengan latar belakang gelap total. Di sini, keluhan utama fotografer adalah minimnya cahaya. Tidak heran kalau pertunjukan panggung umumnya menuntut ISO tinggi, biasanya ISO 400 ke atas.

Perhatikan foto di bawah ini:

Pengukuran matrix membuat sebagian wajah dan dada sang penari kelebihan cahaya. Hal ini terjadi karena pengukuran matrix ikut mengukur bidang-bidang gelap di latar belakang. Untuk adegan seperti itu , pengukuran center weighted lebih tepat dipakai.

Sedangkan foto di bawah ini� tidak memungkinkan pengukuran spot maupun center weighted. Keadaan pada foto ini� hanya bisa dipotret dengan pengukuran matrix, plus sebuah catatan. Kompensasi pengukuran harus under satu sampai dua stop.

Dengan keadaan ini, pengukuran matrix "tertipu". Tepi tubuh yang tersinari itu tidak terukur sehingga akan menghasilkan bagian-bagian foto yang over exposure. Foto ini� mengambil kompensasi pencahayaan under 2 stop. Akibatnya, tepi tubuh yang tersinari jadi normal sementara bagian foto lain tampak gelap. Ini tidak masalah kamera kenyataannya pertunjukkan tari Tommi Kitti dari Finlandia� pada acara Art Summit 2004 ini memang memilih pencahayaan remang.

Sebagai catatan akhir, semua foto di tulisan ini dibuat dengan NIKON D100� dan lensa 70-210/2,8 VR oleh Arbain Rambey dan Lasti Kurnia. (Arbain Rambey)

Petak Sembilan Menjelang Imlek 2005

Oleh: Feri Latief

Petak Sembilan Menjelang Imlek 2005

Sebelum reformasi tahun 1998 warga keturunan Tionghoa di Indonesia sangat dibatasi kegiatan kebudayaannya oleh pemerintah orde baru. Banyak larangan diberlakukan agar mereka tidak mengadakan perayaan yang berkaitan dengan kepercayaan dan kebudayaan mereka secara terbuka. Seperti perayaan tahun baru Imlek misalnya. Tetapi syukurlah setelah era reformasi dan demokrasi berjalan tidak ada larangan lagi bagi warga keturunan Tionghoa untuk merayakan perayaan secara terbuka.

Foto-foto ini tentang aktivitas dan interaksi warga keturunan Tionghoa beberapa hari menjelang perayaan tahun baru Imlek 9 February 2005. Betapa mereka kini sangat antusias dan bebas menyongsong perayaan tahun baru itu. Dan bukan hanya mereka saja yang bergembira dengan keadaan ini tetapi juga warga negara bukan keturunan mendapat keuntungan dari menjual barang-barang untuk keperluan perayaan tahun baru itu. Para pengemis pun banyak berdatangan ke kuil Petak Sembilan tempat warga keturunan Tionghoa beribadah untuk mendapatkan uang dari para peziarah.

Bangsa ini masih harus terus belajar untuk terus hidup berdampingan dengan bangsa dan kepercayaan lain. Toleransi dan saling menghormati harus terus dikembangkan sehingga tidak ada lagi diskrimasi atau konflik bersifat SARA yang sering terjadi.

Lokasi pemotretan ini di kawasan pecinan Jakarta yang terkenal dengan nama Petak Sembilan. Kawasan pecinan ini sudah ada dari sejak jaman penjajahan Belanda abad 19. Pemerintah Belanda melokalisasi keberadaan kaum pendatang dari Tionghoa setelah pemberontakan warga keturunan Tionghoa kepada pemerintah Belanda. Pemberontakan itu dikenal sebagai Tragedi Pembantaian Angke. Lebih 10.000 warga Tionghoa dibantai pemerintah Belanda. Mulai dari pria, wanita, orang tua, dan anak-anak. Termasuk pasien rumah sakit dan wanita yang baru saja melahirkan.


Image001 - 23 January 2005, Dua minggu sebelum perayaan imlek jalan-jalan kawasan
Petak Sembilan mulai dipenuhi oleh pedagang yang menjual barang-barang untuk keper-
luan perayaan tahun baru Imlek



Image002 - 30 January 2005, Menyongsong Imlek seorang pemuda keturunan Tionghoa
sedang mencukur rambut di kios cukur kaki lima . Asimilasi dan akulturasi budaya te-
rus berlangsung di kawasan Petak Sembilan ini.




Image003- 23 January 2005, Barang-barang yang sebelum era reformasi langka sekarang
dengan mudah bisa dapati di toko-toko di kawasan pecinan Petak Sembilan. Bahkan
menurut pedagang bukan saja mudah didapati tetapi malah kebanjiran produk tersebut
hal ini menimbulkan persaingan ketat di antara para pedagang.




Image004- 16 January 2005, Bunga Persik adalah bunga khas untuk merayakan Tahun
Baru Imlek, kini tersedia dalam bentuk imitasi plastik. Kawasan peTionghoan itu beru-
bah menjadi sangat penuh warna menjelang Imlek seperti bukan berada di Indonesia




Image005- 23 January 2005, Setiap perayaan Imlek ada budaya pemberian hadiah-hadiah
kepada orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur mereka.
Sebuah toko khusus menjual hadiah-hadiah untuk keperluan perayaan tersebut





Image006- 23 January 2005, Seorang pedagang yang kebetulan bukan warga keturunan
sedang menjual Angpao, amplop kecil berwarna merah yang akan diisi uang dan dibagi-
bagikan kepada saudara atau kerabat. Kegembiraan bukan hanya didapat oleh warga
keturunan Tionghoa saja tetapi juga keuntungan finansial dinikmati oleh warga bukan
keturunan



Image007- 30 January 2005, Dodol Cina adalah kue khas
yang selalu ada ketika perayaan Imlek. Setiap perayaan
Imlek kue dodol ini selalu hadir dan amat digemari. Apakah
keberadaan kue dodol ini budaya dari negara asalnya atau
kue yang menjadi simbol asimilasi dan akulturasi dengan
kebudayaan lokal?




Image008- 16 January 2005, Seorang nenek membawa
persembahan untuk ritual bersembahyang di kuil Jin De
Yuan Petak sembilan. Orang tua dalam budaya Tionghoa
mempunyai status social yang tinggi. Penghormatan kepa-
da leluhur atau orang yang lebih tua terus berlanjut sampai
saat ini.




Image009- 30 January 2005, Kuil Petak Sembilan berbenah diri sepekan menjelang
perayaan Imlek. Tukang cat ini adalah warga yang bukan keturunan Tionghoa tapi dia
bekerja di Kuil ini. Hubungan social seperti ini membantu pembauran antara warga
keturunan Tionghoa dan warga bukan keturunan




Image010- 30 January 2005, Para pengemis berbondong-bondong mulai memenuhi
halaman kuil Jin De Yuan Petak sembilan berharap mendapat sejumlah uang dari
para peziarah kuil




Image011- 16 January 2005, Semakin mendekati hari H perayaan kuil Petak Sembilan
semakin ramai dikunjungi orang untuk bersembahyang. Pada hari-H nya kuil ini akan
dipadati ribuan orang yang bersembahyang sehingga asap dari hio yang dibakar akan
sangat pekat memenuhi ruang kuil.




Image012- 16 January 2005, Kebebasan sekarang telah bisa dinikmati oleh generasi
baru warga keturunan Tionghoa untuk melakukan hal-hal yang berkaiatan dengan ke-
percayaan dan kebudayaan mereka. Hal yang tidak pernah dirasakan oleh orang-orang
tua mereka dulu.

S E L E S A I

Rumusan dasar penetapan harga foto

Oleh: Uskar Satrya Erwinsyah

Berdasarkan� pengalaman saya selama ini dan masukan-masukan dari teman-teman yang berwirausaha sejenis ( fotografi dan videografi ) maka saya coba untuk menjabarkan prinsip dasar dari penetapan harga dasar� jual foto baik dokumentasi ataupun non dokumentasi ( seperti untuk iklan, brosur atau company profile ).

Adapun dasar-dasar biaya untuk penetapan harga yaitu :

  1. Biaya produksi langsung, misalnya film, proses, cetak, frame slide, fee asisten, fee fotografer, transport, makan siang, pokok semua biaya yang terjadi pada saat pemotretan.
  2. Biaya tidak langsung / Overhead, adalah biaya-biaya yang keluar per bulan yang terjadi pada tempat yang kita jadikan kantor, seperti rekening telpon, rekening listrik dan tagihan handphone, biaya sewa tempat dan lainnya. Semua biaya ini kita hitung dalam waktu satu bulan dan dibagi omset kita selama satu bulan hasinya adalah persentase. Contoh : sewa tempat 1 bulan Rp. 1 juta, rekening telpon 1 bulan Rp. 500 ribu, rekening air & listrik Rp. 500 ribu, gaji office boy 1 bulan Rp. 300 ribu� dan Omset pendapatan 1 bulan Rp. 10 juta, maka rumusnya :�������
    Pengeluaran bulanan dibagi omset pendapatan per bulan =�Overhead��
    Jadi� : Rp. 2.300.000 : 10.000.000 x 100% = 23%
  3. Profit, atau keuntungan, bisa kita tetapkan terserah kita untuk menetapkan berapa prosen, biasanya antara 40% � 100%
  4. Terakhir adalah fee Marketing, walaupun kita tidak mempunyai marketing tapi kita wajib untuk menetapkan post ini, untuk memberikan fee orang dalam misalnya, atau untuk teman kita yang telah menawarkan foto kita ke keluarganya. Biasanya antara 10% - 20%.

Demikianlah prinsip dasar penetapan harga dasar ini, tapi kita pun harus rajin mengadakan survey harga pasar, dari yang tertinggi hingga yang terendah dan harga kita harus disesuaikan dalam range harga pasaran tersebut.

Saya coba ilustrasikan penetapan biaya wedding, yaitu :

Harga foto untuk akad nikah acara jam 08.00 � 11.00, satu album cetakan 4R, 5R dan 10 R dihias :

a.
Film������������������������������� 5 Roll x Rp. 15.000
Rp 75.000,-
b.
Proses��������������������������� 5 roll x Rp. 10.000�
Rp 50.000,-
c.
Cetak 4R 90 pcs x Rp. 1.300
Rp 117.000,-
d.
Cetak 5R 5 pcs x Rp. 2.000
Rp 10.000,-
e.
Cetak 10 R 10 pcs x Rp. 8.000
Rp 80.000,-
f.
Album 20 sheet 1 pc x Rp.80.000
Rp 80.000,-
g.
Hias album 20 sheets x Rp.3.000
Rp 60.000,-
h.
Fee assistan 1 hari x Rp. 75.000
Rp 75.000,-
i.
Fee photographer 1 hari x Rp. 150.000
Rp 150.000,-
j.
Transport�� 1 x Rp. 75.000
Rp 75.000,-
k.
Batere� 8 pasang x Rp. 6.000
Rp 48.000,-

Total Biaya Langsung Rp 820.000,-
Overhead 20% Rp 164.000,-
Profit 40% Rp 328.000,-
Total Rp 1.312.000
Fee Marketing 10% Rp 131.200,-
Total Harga Jual (dibulatkan) Rp 1.500.000,-

Sex is Fashion and Beauty, Dunia Fotografi Fashion

Oleh: Ully Zoelkarnain

Rentang perjalan dunia mode dunia sudah sepanjang peradapan manusia itu sendiri, tak pernah lepas diri kita akan busana yang kita gunakan dan bagai mana sebuah rancangan mode seorang perancang mode mengubah cara hidup kita, dan bagai mana kita memandang diri terhadap linkungan dan budaya.

Berkembang seiring dengan dunia mode, menciptakan secara pasti sebuah aliran yang sangat berkembang secepat perkembangan dunia mode itu sendiri, dan seiring mereka memberikan nuansa yang tak lagi menjadi apa yang awalnya diciptakan, tidak lagi sebagai medium acuan atau sebagai foto produk, ia berefolusi menjadi sebuah bentuk hasil olah rasa yang tinggi. Foto fashion tidak lagi berbentuk foto produk tapi berkembang menjadi aliran yang mengutamakan artistik tinggi yang mewakili rancangan itu sendiri dengan tingkat persaingan dalam menjual ide, konsep dan tidak hanya dari sisi rancangan mode, tapi juga tehnik fotografi, tata make-up dan rambut, tata gaya, tata ruang dan lain sebagainya yg menghasilkan sebuah karya seni. Banyak fotografer mode yang dalam bekerja tidak hanya mengandalkan crew (asistennya) saja tapi mereka sangat membutuhkan dan saya rasa kedudukan mereka sama dengan si fotografer, tak lain adalah sang fashion stylist, yg sangat bertanggung jawab akan keserasian mode yg dikenakan dengan konsep, ide dan mood yang akan dibangun oleh sang fotografer, atau yang diinginkan oleh client mereka. Satu orang lagi yang tak kalah pentinggya adalah si Make-up artist, dia juga sangat berpengaruh dalam menyulap seorang model yg tampak biasa menjadi seorang diva.

Banyak kita lihat karya-karya maestro fashion yang sangat elegan dan cantik dipamerkan diruang publik seperti bilboard, poster dan juga majalah-majalah mode. Jika kita ikuti perkembangannya dari tiap era maka apa yang dihasilkan oleh seniman foto atas sebuah rancangan mode tersebut selalu mewakili era tersebut, seperti era 40-an diman wanita masih sangat feminim dan tegar, kuat, namun sederhana, maka ide dan konsep fotonya tidak akan jauh dari foto2 yang menggambarkan sebuah garis rancangan mode yang sangat elegan dan glamour. Masuk dalam era psychedelic (70-an) atau yang kita kenal dengan generasi bunga, dimana semua gerakan ditujukan atas penentangan atas perang, maka mode dan konsep fotonya pun banyak yang tidak jauh dari gambaran mimpi, keindahan surga yang dicapai dari segala bentuk obat-obatan yang menjadi prima dona pada era itu.

Dalam perkembangan dunia foto fashion saat ini terjadi sebuah pengulangan bentuk penggarapan yang tercipta akan ispirasi masa-masa kejayaan duani fasion 40, 60-70-an, di mana masa 80 merupakan masa kegelapan dunia mode. Saya rasa era 80-an ini sudah dilupakan, karena ini adalah tahun dimana semua orang berlomba untuk menjadi orang aneh, fashionnya sangat artificial, namun memiliki khasnya era tersebut, era cupu kata anak sekarang. Penterjemahan akan sebuah konsep foto atas sebuah mode, tidak lagi terbatas akan era yang diwakilinya, banyak fotografer yang sudah merasa jenuh dengan gaya dan ide yang sangat monoton, yang hannya menonjolkan garis-garis rancangn dari sang perancang mode, atau sang perancang mulai menutupi rahasia rancangannya agar tidak mudah di bajak seperti vcd dan dvd yang dengan mudahnya didapat di glodok dan ratu plasa, hemmmmm siapa yang tau.

Di mana batas antara sebuah foto porno, art nude dan foto sopan sudah tidak ada batas, maka makin meraja lela ide dan konsep yang disodorkan ke halayak penikmat mode, seperti kita liat foto-foto promo produk Guess, yang sangat jelas membaurkan batasan-batasan antara sensualitas dan keindahan (bisa tubuh, bisa produknya bisa yang .....). Atau rankaian foto promo produk Dior, dengan model yang berkeringat disekucur tubuhnya dan menari bak cewek yang sedang menikmati sensualitasnya, atau Burberry, sebuah produk baju yang dgambarkan dengan seorang wanita berpenampilan dengan kelas yang sanagt jelas yautu golongan A dengan baju seperti era 40-an namun sedikit nakal, digambarkan dengan cara duduk si model yang seperti laki-laki sehingga tersingkap belahan bagian tengah rok tersebut hingga tersingkap -maaf- celana dalamnya, namun dengan eksekusi hitam putih dan set ruang dan tata gaya yang sangt menunjang foto ini tidak tampak foto murahan dan yg bisa mengundang kaum feminis mengamuk...tidak sama sekali.

Kini eksploitasi sex tidak lagi ada perbedaanya di dunia fotgrafi, disaat dunia fashion jenuh akan eksekusi fotografi yang monoton, eksekusi semacam ini menjadi sebuah pencerahan dan memang sex adalah sumber inspirasi yang tidak pernah habisnya, seperti kitab Kamasutra, yang selalu ingimn digali dan difahami sebagai sebuah gaya hidup modern. Dimana posisi-posis gaya yang awalnya hanya dilakukan oleh bintang-bintang porni atau panggung penari erotis, kita bingkai-bingkai foto itu dipindahkan oleh fotografer-fotografer abad ini ke lembar foto atau majalah fashion sebagai bentuk seni yang tidak murahan, seperti Bhetina Reims, David Lachapelle, Jurgen Tylor, Mchiell Thomson, Nick Knight, dan masih banyak lagi, mereka bukan fotografer kacangan atau yng baru muncul, eksekusi mereka tidak lagi berdasarkan tehnik semata, tapi berdasarkan konsep, bmereka bekerja berdasarkan konsep, ide dan fashion itu sendiri.

Makanya jangan heran jika kita melihat hasil jepretan mereka dimajalah fashion seperti Vouge, iD, W, V, Bazzar, Surface, dll, sangat seksi, sangat sexual tapi indah, cantik dan mempesona, namun bukan karya porno.....selamat datang di dunia mode, semoga anda bisa menikmatinya.....

Membeli kamera atau lensa baru dan bekas

Oleh: Bambang Suroyo

Banyak fotografer lebih suka membeli kamera atau lensa dalam keadaan baru. Ini adalah suatu hal yang wajar, karena kita akan mendapatkan model terbaru, kondisi peralatan yang prima, dan umumnya mendapatkan masa garansi. Bila budget yang tersedia mencukupi, maka membeli kamera atau lensa dalam keadaan baru mungkin adalah pilihan terbaik.

Tips membeli kamera atau lensa baru:



  1. Tentukan fasilitas kamera yang diperlukan, tipe dan merek yang diinginkan sesuai dalam
    rentang budget yang tersedia. Untuk mendapatkan gambaran rentang harga, hubungi beberapa toko kamera melalui telepon.

  2. Kunjungi toko kamera dan coba beberapa tipe kamera pilihan anda, untuk merasakan kamera
    yang akan anda beli. Pemilihan tipe dan merek adalah sangat bersifat personal/pribadi
    sehingga anda sebaiknya mencoba sendiri semua segi pemilihan� yang penting untuk anda
    (spesifikasi, ergonomi, kontrol, kemudahan pemakaian).

  3. Dapatkan lensa terbaik sesuai budget anda. Lensa adalah bagian kamera yang akan
    membentuk dan menentukan kualitas hasil foto, sehingga (menurut pendapat saya) lebih
    penting dari body kamera yang digunakan. Untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas
    lensa, lihat di PhotoZone atau Photodo web site.


Tetapi membeli dalam keadaan bekas pakai/secondhand patut pula dipertimbangkan. Selain
harga yang lebih murah, ada beberapa alasan untuk membeli kamera atau lensa dalam keadaan
bekas, diantaranya: anda menginginkan kamera atau lensa dengan spesifikasi tertentu tetapi
terlalu mahal untuk membeli dalam keadaan baru; atau anda menginginkan backup kamera
(untuk digunakan dengan lensa atau film jenis lainnya). Berikut ini adalah panduan untuk
membeli kamera atau lensa dalam keadaan bekas (khususnya kamera auto fokus):

Tips membeli kamera bekas:



  1. Periksa keadaan umum kamera, yang akan memberikan gambaran bagaimana pemilik sebelumnya
    merawat dan menggunakan kamera tersebut. Hindari kamera dengan cacat luar ataupun cacat
    dalam yang nyata.

  2. Nyalakan kontrol kamera, dan cek apakah seluruh fungsi dan tombol kontrol atau dial
    kamera berjalan dengan semestinya.

  3. Coba fungsi autofokus dengan sebuah lensa untuk tes, apakah berjalan dengan baik dan
    akurat.

  4. Lihat dari viewfinder kamera dan pastikan gambar dan viewfinder display (bila ada)
    terlihat jelas. Sedikit partikel debu atau kotoran umum didapati pada kamera bekas, tetapi
    adanya cacat/benda asing di viewfinder harus dihindari.

  5. Cek kondisi dan fungsi LCD panel. Cobalah mengganti mode eksposure untuk memastikan
    setiap mode terdisplay dengan baik.

  6. Cek shutter pada berbagai speed/kecepatan, dari yang tercepat sampai terlambat. Anda
    seharusnya akan dapat mendengar adanya perbedaan waktu sesuai dengan pengesetan speed
    shutter pada proses pemotretan.

  7. Lepaskan lensa dan lihat bagian dalam kamera dari arah depan. Cek kondisi kaca/mirror
    apakah tidak terdapat goresan atau retakan dan apakah kaca membuka/menutup kembali dengan
    semestinya dalam setiap proses pemotretan. Juga periksa kondisi focusing screen (di bagian
    atas kaca) apakah dalam kondisi baik dan bebas goresan.

  8. Lihat keadaan mount lensa pada body. Pastikan tidak terdapat distorsi atau kerusakan
    mount karena benturan, dan seluruh pin atau gear/lever pada mount dalam keadaan baik.

  9. Buka bagian belakang kamera, dan lihat keadaan shutter. Seluruh blade shutter harus
    dalam keadaan rata dan tanpa goresan. Set kamera pada speed lambat, dan tekan tombol
    shutter untuk melihat dan memastikan shutter dapat terbuka dalam keadaan penuh. Cek juga
    kondisi rail film dan pressure-plate, yang harus dalam keadaan bebas dari goresan.

  10. Mintalah bantuan petugas/penjual untuk memasang tes film di dalam body. Cek apakah
    kamera me-load, wind, dan rewind film dengan semestinya.

  11. Bukalah kompartemen baterai, untuk meyakinkan tidak terdapat kerusakan kontak pin yang
    disebabkan oleh baterai bocor.

  12. Bila mungkin, mintalah masa garansi (1 atau 3 bulan) dari penjual.


Tips membeli lensa bekas:



  1. Periksa keadaan umum lensa, dan hindari lensa dengan cacat yang nyata.

  2. Goyangkan lensa. Tidak terlalu keras, tetapi cukup kuat untuk mendengar dan mendeteksi
    bila ada elemen gelas di dalam lensa yang tidak terpasang dengan baik atau bahkan
    terlepas.

  3. Periksa bagian depan dan belakang lensa dengan seksama. Hindari lensa dengan elemen
    depan/belakang yang tergores, retak, atau pecah kecil/gumpil.

  4. Lihat bagian dalam lensa ke sumber cahaya (misalnya lampu). Sedikit debu merupakan hal
    yang umum, sedikit jamur (kemungkinan besar) dapat dibersihkan atau diservis. Sebaiknya
    hindari lensa dengan jamur yang banyak dan tebal, atau mempunyai partikel asing di
    dalamnya.

  5. Pasang lensa pada kamera (sebaiknya milik anda) dan yakinkan seluruh fungsi kamera dan
    lensa berjalan dengan semestinya.

  6. Periksa apakah aperture dalam lensa menutup sesuai pengesetan dalam pemotretan. Buka
    bagian belakang kamera, set dalam mode Bulb, dan tekan tombol shutter. Lakukan tes ini
    pada seluruh rentang aperture lensa.

  7. Periksa fungsi autofokus pada lensa, apakah berjalan dengan semestinya dan akurat.

  8. Periksa manual fokus ring pada lensa. Yakinkan manual fokus ring berfungsi dengan baik,
    tanpa suara atau sendatan pada mode manual fokus.

  9. Bila lensa tipe zoom, periksa apakah mekanisme zoom lensa berjalan dengan halus dan
    lancar. Hindari lensa dengan mekanisme zoom yang tersendat-sendat, terlalu keras, atau
    terlalu kendor.

  10. Periksalah filter thread pada bagian depan lensa, dan yakinkan tidak terdapat kerusakan
    atau kemacetan. Bila ragu-ragu, lakukan tes dengan memasang sebuah filter pada lensa
    tersebut.

  11. Bila mungkin, mintalah masa garansi dari penjual.


  12. Disarikan dari pengalaman pribadi, dan beberapa buku referensi tambahan (Canon EOS Systems Guide, Photographer handbook)

Kamera Sony Cybershot DSC-P7

Oleh: Louis Iskandar

Test dan Laporan Seputar Digital Kamera

Maksud saya menulis Artikel
ini adalah untuk membagi pengalaman saya dengan Sony Cybershot DSC-P7, agar
mereka yang mau membeli Digital Kamera sedikit tahu tentang Kamera ini. Ini adalah artikel pertama saya di FN. Saya mohon maaf kalo ada kata yang
salah dan artikel ini tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Beberapa
kata-kata pengertian dalam dunia Kamera saya tidak tahu bahasa indonesianya,
karena saya belajar tentang kamera baru di Jerman.

Tentang Kamera


DSC-P7 keluar dengan 3x optik zoom dan 6x digital Zoom. Kamera ini memiliki
Objektiv dar 39mm sampai 117mm. Banyak yang bertanya apa bedanya kamera DSC-P72
dengan DSC-P7, karena DSC-P72 baru keluar dan harganya lebih murah dar DSC-P7
yang sudah lama keluar. Perbedaan dengan DSC-P72:



  • Badannya P7 adalah aluminium yang sangat stabil, sedangkan P72 dari
    plastik.

  • P7 lebih kecil dan enak dipegang di tangan daripada P72 (Menurut saya P7
    itu lebih cantik dari P72)

  • P7 menggunakan Akku Lithium dari Sony, tahan lebih lama dan menunjukan
    sangat tepat berapa lama akku itu bisa bertahan. Sedangkan P72 menggunakan
    batterie biasa tipe AA atau Baterei Charge.

  • Sayangnya P7 tidak bisa membaca MemoryStick Pro dan P72 bisa.

  • P72 mempunya digital Zoom yang lebih banyak dari P7 (9,6x Zoom, tapi siapa
    yang pake digital zoom untuk foto)


P7 mempunyai Autofokus dengan 3 daerah pengukuran, dengan ini dia menjamin
ketajaman gambar yang dihasilkannya. Blitz dari P7 mempunyai jarak dari 0,m
sampai 3,8m, dan memiliki effekt penghindar mata merah. Diafragma dari kamera
ini adalah F2,6 - F5,6.


Yang menarik adalah P7 bisa mengunakan 3 Modus (Malam Hari, Potraet Malam
Hari, dan Pemandangan) dan juga 4 macam Effekt Digital yang bisa dihasilkannya
tanpa harus dikerjakan di komputer anda bisa membuat B&W, Sephia, Solarize, dan
Negative. Kecepatannya mulai dari 2s - 1/2000s, dimana ini jarang dicapai oleh
digital kamera yang lain. Untuk melihat gambar dia menggunakan 1,5 inci
LCD-Monitor. Kamera ini juga dilengkapi dengan Makro modus dan pengambilan Video
sampai 90 Menit


Fazit


Saya sangat puas dengan kamera ini. Dia kecil enak dilihat, enak dipegang di
tangan. Kualitas gambar yang dihasilkannya sangat tajam, bahkan pengambilan
gambar waktu malam hari. Saya sangat menyarankan kamera ini bagi pemula di
bidang digital kamera, kamera ini menawarkan fungsi yang luar biasa bagus dan
kualitas gambar yang sangat tajam. Di bidang Makro dia juga sangat menarik.
Semoga artikel ini bisa memberi pemasukan untuk mereka yang sedang memilih
Digital Kamera. Untuk melihat hasil hasil Foto dari Kamera ini anda bisa melihat
Foto-foto saya yang dihasilkan dengan Kamera DSC-P7.


Galerie Foto dengan Kamera Sony Cybershot DSC-P7

http://www.fotografer.net/isi/galeri/?searchid=21&katacari=5670


Fuji Finepix S304

Oleh: Louis Iskandar

Test dan Laporan Seputar Kamera Digital

Kali saya akan memberitakan hasil Test saya dengan Digital Kamera Fuji
Finepix S304. Mengapa saya menulis artikel ini, karena saya tertarik dengan
berbagai jenis Digital Kamera, maka dari itu saya mencoba untuk mentest semua
beberapa Digital Kamera yang ada. Hasil test saya akan selalu saya tulis di
FN-artikel untuk membantu teman-teman FN yang sedang mencari digital Kamera.


Tentang Kamera


Fuji Finepix memiliki CCD Sensor dari Fujinon dengan 3,24 Megapixel. Kamera
ini mempunyai penampilan yang bagus, Fuji mengambil model SLR kamera dalam warna
silver. Kamera ini mempunyai Zoom objektiv yang besar dari 38mm sampai 228mm,
sehingga punya banyak ruang main buat zoom. Yang menarik kamera ini bisa pake
Tele-Konverter, Wide-Angel, Fish Eye, atau Filter sperti UV-Filter, Skylight
Filter. Kamera ini membuka kemungkinan untuk memasang alat alat tambahan dengan
garis tengahnya 55mm. Tersedia juga adapter dari 55mm ke 52mm dari digital optik
atau soligor dalam warna Silver, karena umunya Adapter warnanya hitam. Sebagai
tambahan terdapat juga 19,2 Digital Zoom. Untuk melihat hasil foto fuji membuat
extra display yang besar 1,8 inci LCD-Display, tapi sayangnya cuma 62.000 Pixel.


Kecepatannya mulai dari 1/2s sampai 1/1500s. Sayangnya hanya satu pilihan
kepekaan cahaya ISO 100, karena itu pengambilan foto di kegelapan atau malam
hari sedikit susah sampai tidak memungkinkan tanpa bantuan cahaya lain. Dia juga
tersedia 4 konfigurasi dasar untuk memoto yaitu Malam, Sport, Panorama, Portrait
Mode. Kamera ini dilengkapin dengan speaker dan microfon untuk mengambilan video
dan Voicenote 30s untuk setiap gambar.

Fazit


Setelah mentest kamera ini, saya senang dengan pegangnya. Kamera ini sangat
enak ditangan, karena bentuknya yang praktis dan elegan, bahkan bisa memoto
dengan satu tangan. Gambar yang dihasilkan cukup bagus, tapi dibandingkan dengan
Sony P7 (Artikel saya yang sebelumnya), Sony menang dengan kualitat fotonya.
Pada mengaturan manualnya sayang kurang leluasa, tapi untuk memoto dengan Auto
focus sudah cukup bagus. Auto Fokusnya cukup cepat, hasil test saya membuktikan
bahwa kecepatan auto fokus S304 lebih daripada Sony P7. Nilai negativ untuk
pengambilan foto di tempat gelap, sangat jelek dan susah. Karena dia cuma samapi
ISO 100 dan kecepatan terlambat cuma 1/2s. walaupun bodynya dari plastik tapi
kamera ini sangat stabil, pernah sekali jatuh dari tangan saya, tapi tidak
terjadi apa-apa, dia juga sangat enteng. Saya beri nilai keselruhan sangat bagus,
karena dengan harganya dan hasil yang dibuat kamera ini sangat memuaskan.


Contoh foto-foto yang diambil dengan Fuji Finepix S304:

http://www.fotografer.net/isi/galeri/?searchid=21&katacari=4676

Test Fuji FinePix S5000

Oleh: Louis Iskandar

Laporan dan Test Seputar Digital Kamera

Juli 2003 Fujifilm mengeluarkan Digital Kamera model Fuji Finepix S5000 adalah All In One Kamera dengan Super Zoom. Karena Fungsinya dan kemampuannya, kamera ini bisa dipakai oleh pemula dan profi fotografer. Dalam Artikel ini sangat memberikan sedikit pengetahuan tentang kamera ini.

Tentang Kamera

Fuji Finepix S5000 adalah model selanjutnya sesudah Fuji Finepix S304. kamera ini memiliki Super CCD HR Level 4 Sensor dari Fujinon dengan 3,24 Megapixel. Kamera ini mampu menghasilkan foto 6,0 Megapixel Penampilan dari S5000 sangat klassik, dia memiliki penampilan dari SLR kamera. Sangat bagus dipegang ditangan dan stabil. Kamera ini mempunyai Zoom objektiv yang luar biasa untuk kamera kelas ini, lensanya dari 37mm sampai 370mm, sehingga punya banyak ruang main buat zoom, tapi sebaiknya zoom diatas 6X menggunakan stativ. Seperti generasi sebelumnya kamera ini bisa pake Tele-Konverter, Wide-Angel, Fish Eye, atau Filter sperti UV-Filter, Skylight Filter dengan ring 55mm. Kamera ini mempunya sambungan ke TV/Video dengan fungsi audio, begitu pula dengan USB 2.0 untuk mentranfers foto-foto ke komputer, begitu pula untuk colokan strom, yang sayangnya harus dibeli sendiri. Microphone dan speaker untuk memainkan atau merekam video juga tersedia di kamera ini.

Dengan 1,5" TFT, 110.000 Pixel bisa digunakan untuk melihat objekt yang difoto atau melihat hasil foto. Blitz dari S5000 bisa mencapai 6,0m� dan� tersedia dalam 3 Modus:

  • Normal:�������������
    Untuk foto biasa
  • Red-Eyes:���������
    Untuk mengurangi effek mata merah.
  • Slow-Syncro:
    Sangat membantu untuk pengambilan foto pada malam hari

Yang menarik dari Kamera ini adalah dia memiliki lampu AF-Illuminator, lampu ini sangat membantu ketepatan Auto Fokus dalam gelap atau malam hari.

Kamera ini tersedia beberapa Program, dari Full Automatik untuk mereka yang hanya ingin melihat dan menjepret tanpa memikirkan fungsi dan effeknya, sampai yang manuell semuanya harus diatur sendir untuk profi yang ingin menggunakan kemampuan kamera secara manuell. Program yang tersedia dari kamera ini adalah:

  • Auto: Full Automatik, dalam mode ini fotografer tidak bisa mengatur apa-apa, hanya bisa mengarahkan kamera dan memfoto. Semuanya diatur oleh kamera.
  • P-Program: Dalam Programm ini memperbolehkan fotografer untuk mengatur beberapa konfigurasi dari kamera, seperti EV, Blitz, Sharpness, dll, Tapi Diafragma dan Kecepatannya diatus oleh kamera.
  • S-Program: Programm ini sama seperti P-Program dengan kelebihan fotografer bisa mengatur sendiri kecepatan shutternya, dan kamera mengatur diafragmanya.
  • A-Program: Kebalikan dari S-Programm disini fotografer bisa mengatur Diagframanya dan kecepatannya diatur atuomatik.
  • Manual: Pada Program ini fotografer bisa mengatur semuanya diagfragma dan kecepatannya dan juga konfigurasinya. Dengan bantuan Alat Ukur Cahaya fotografer bisa tahu apakah kombinasi dari diafragma dan kecepatan pas atau tidak.

S5000 memiliki 3 macam Fokus dan extra tombol untuk memilih fokus tipe pada kamera ini. Tombol ini juga dilengkapidengan funksi lock untuk menghindari tidak sengaja merubah di fokus, jika tombol ini kepencet. 3 macam fokus dari S5000 adalah:

  • Manual: Dengan manual fotografer harus memfokuskan sendiri fotonya.
  • Continue: Menggunakan Continue fokus artinya kamera memfokuskan terus menerus. Berhati-hati jika menggunakan� Fokus tipe ini sangat memakan baterie. Fokus tipe ini digunakan jika kita memfoto sport atau foto yang banyak bergerak.
  • Auto Fokus: Atuo fokus adalah normal fokus eprti kamera kamera umumnya, jika tombol untuk memfoto setengah dipencet, baru difokusin. Auto Fokus pada S5000 bisa dipilih antara Center-Fokus, Multi-Fokus, dan Area-Fokus.
Yang mengagumkan dari kamera ini adalah Serien-Foto, dengan kemampuan buat serien foto 5 foto dalam 1 detik dengan hasil yang sangat memuaskan dan sama seperti hasil dari normal foto. Hasil dari Serien Foto bisa kalian lihat di bawah, saya mengambil foto ini dengan fungsi ini, 3,24 Megapixel (Resolusi: 2048x1536x24Bit), kualitatnya sedikit turun karena harus dikompress pake ACDSsee agar tidak terlalu besar.


Kamera ini memiliki kecepatannya mulai dari 2s sampai 1/2000s dan memilik ISO 100-800, tapi sayangnya pada ISO 800 harus menggunakan 1 Megapixel. Foto malam hari sangat bagus. Dia juga tersedia 4 konfigurasi dasar untuk memoto yaitu Malam, Sport, Panorama, Portrait Mode. Kamera ini dilengkapin dengan speaker dan microfon untuk mengambilan video dan Voicenote 30s untuk setiap gambar.

Hasil Foto

Sekarang kita akan membahas bagaimana hasil foto dari Kamera S5000. Saya mengadakan test sederhana dengan warna warna ballpoint dan� warna buku dan juga tulisannya. Beberapa test yang saya lakukan adalah sebagai berikut:

  • Saya coba juga untuk memperbesar resolusi di PhotoImpact untuk melihat kejerniaan gambarnya pada saat zoom.
  • Saya mencoba berbagai kombinasi dari kamera.
  • Saya bandingkan dengan JPEG dan RAW format.
Seperti yang bisa dilihat dari besarnya data dari foto-foto dari kamera ini sangatlah kecil. Dengan 3 Megapixel besarnya foto hanya 810KB. Fuji bisa menghasilkan data yang sangat kecil untuk foto-fotonya. Sedangkan biasanya data yang dihasilkan oleh kamera 3 Megapixel adalah 1,2 MB. Bagus kita bisa membuat lebih banyak foto daripada kamera lainnya. Tapi apakah hasilnya sama dengan kamera lainnya...

Foto yang dihasilkan kamera ini sangatlah bagus, tapi jika kita zoom maka akan terlihat beberapa distorsi/gangguan pada pixel-pixelnya, karena Fuji terlalu mengkompress Foto-Fotonya. Menurut saya sangat sayang Fuji mengkompress hasil fotonya terlalu banyak. Terutama jika saya menggunakan 6 Megapixel, akan terlihat lebih jelas pada saat Zoom. Tapi untungnya kamera ini memperbolehkan kita untuk menyimpan dalam format RAW data/ data murni 1 foto besarnya sekitar 6,8 MB, tapi foto yang dihasilkan benar benar bagus tanpa satu gangguan pun, sangat dianjurkan jika anda merencanakan untuk mencetak dalam format besar, atau untuk foto Studio. Makro Funktion juga sangat memuaskan.

Arch Bridge at Edwards Garden: 1/500 sec., F2.8 and ISO 50
3 Megapixel Foto Test: 57mm, Programmed Auto, Spot, 1/220 sec., F8.0 and ISO 200 Compress

Arch Bridge at Edwards Garden: 1/500 sec., F2.8 and ISO 50
6 Megapixel Foto Test: 57mm, Programmed Auto, Spot, 1/220 sec., F8.0 and ISO 200 Compress�

Arch Bridge at Edwards Garden: 1/500 sec., F2.8 and ISO 50
RAW Foto Test: 57mm, Programmed Auto, Spot, 1/220 sec., F8.0 and ISO 200 Compress�

Arch Bridge at Edwards Garden: 1/500 sec., F2.8 and ISO 50
Makro: 57mm, Programmed Auto Makro Compress

Kesimpulan
Kamera ini mempunya penampilan yang sangat elegan dan indah. Jika dilihat banyak sekali kemiripan bentuk dan modelnya dengan SLR kamera, sangat enak dipegang di tangan. Foto yang dihasilkannya juga sangat bagus. Kamera ini sangat mudah digunakannya, oleh karena program automatiknya.Memiliki Zoomnya luar biasa dan harnya yang terjangkau. Sayangnya foto yang dihasilkannya terlalu dikompress. Susah mengatur fokus pada saat Auto Fokus. Tapi dari keseluruhannya saya sangat puas dengan Kamera ini.
Contoh-contoh hasil foto dari Fuji Finepix S5000 bisa dilihat di fotografer.net dengan meklick link dibawah ini:
http://www.fotografer.net/isi/galeri/?searchid=21&katacari=16537

Panduan Membeli Kamera, To Buy Or Not To Buy?

Oleh: Judhi Prasetyo.

To Buy or Not to Buy?

LATAR BELAKANG

Pertama sekali mohon maaf jika judulnya tidak dalam Bahasa Indonesia, ini semata-mata saya belum menemukan kata pengganti yang cocok tapi tidak bertele-tele dan memang suatu plesetan dari dialog karya Shakespeare: Hamlet.

Tulisan ini dipicu oleh pesatnya perkembangan teknologi yang memungkinkan munculnya berbagai model kamera digital baru dalam jangka waktu yang cukup singkat.
Hampir setiap tahun pabrik2 pembuat kamera mengeluarkan model baru dengan fitur yang lebih lengkap, batere yang lebih awet, kinerja yang lebih baik, dan intinya menjanjikan hasil foto yang lebih cantik.


ANALISA MASALAH

Sebagai penggemar fotografi tentunya kita sudah memahami bahwa membuat foto yang bagus tidak hanya ditentukan oleh alatnya. Namun tidak urung fenomena munculnya kamera-kamera model baru tadi mengakibatkan:

  • Rasa minder dan kurang percaya diri bagi pemilik kamera model sebelumnya.
  • Rasa kecewa dan kesal bagi para konsumen yang baru saja membeli model yang tergantikan/terbaharui.
  • Kebingungan bagi calon pembeli kamera terutama pemula.
  • Muncul suara-suara sumbang dari kubu penggemar merek saingan yang membuat semakin bingung para pemilik kamera.
Jika kita cermati, sebagian besar dampak negatip di atas bisa dikendalikan jika kita meluangkan waktu sedikit untuk lebih memahami karakteristik memotret diri kita masing-masing. Apapun keputusan Anda dalam membeli/menukar kamera haruslah didasarkan pada fakta-fakta berikut:
  • Seberapa sering kita memotret? (misal: sepuluh gambar dalam sebulan, limaratus gambar dalam sehari)
  • Situasi memotret yang bagaimana yang paling sering kita hadapi? (misal: dalam ruangan, lapangan olahraga, perjalanan, studio, dsb.)
  • Berapa anggaran yang kita sediakan?
  • Seberapa perlu untuk memiliki kamera tersebut? (misal: harus punya besok, karena untuk memotret adik Anda yang akan menikah lusa)
  • Target waktu 'balik modal' dari kamera yang akan kita beli tersebut?
    Tips: jika Anda bukan profesional dalam arti dapurnya ngebul bukan dari fotografi, 'balik modal' bisa diukur dari kefasihan Anda dalam memahami penggunaan kamera tersebut. Contoh: jika Anda masih perlu lebih dari 2 detik dalam menyetel mirror lock-up atau white balance, mungkin kamera Anda itu masih belum 'balik modal'.

TENTUKAN PRIORITAS

Masih banyak lagi faktor yang bisa menjadi bahan pertimbangan, tapi beberapa butir yang saya sebutkan di atas kiranya cocok untuk Anda membuat daftar prioritas berdasarkan fitur-fitur yang diinginkan dari sebuah kamera seperti kepekaan ISO, kecepatan start-up, ketahanan batere, mode metering, kelengkapan asesori, dsb. Contoh daftar fitur yang baik salah satunya seperti di situs DPREVIEW (www.dpreview.com). Pada setiap review kamera, situs tersebut menyertakan spesifikasi berdasarkan:
  • Price
  • Body Material
  • Sensor
    ...dsb.
    ..dst.
  • Weight
  • Dimension
Dari fitur-fitur di atas, susunlah prioritasnya sesuai karakteristik memotret Anda dan mulailah membandingkan merek/model yang cocok dengan harga yang masuk dalam budget yang telah ditentukan (jangan bersikap fleksibel terhadap budget).

Bagi prioritas fitur yang Anda inginkan menjadi tiga tingkatan:
  • Prioritas 1: Must have. Kamera tersebut harus memiliki fitur ini.
  • Prioritas 2: Good to have. Fitur yang dianggap penting namun bisa dikorbankan jika memang tidak tersedia.
  • Prioritas 3: Nice to have. Fitur yang tidak penting, tapi kalaupun ada tentu lebih menyenangkan.
Bisa jadi Anda akan tercengang ketika mendapati bahwa ternyata Anda tidak membutuhkan sebagian besar fitur yang ditawarkan oleh sebuah kamera.

Penting:
dalam menyiapkan budget untuk membeli kamera, jangan lupa alokasikan juga budget untuk membeli kartu memori (misalnya: CF/SD/Memory Stick), batere cadangan, lensa (untuk DSLR), dsb. jika memang belum punya.


KESIMPULAN

Sekedar bertanya atau minta pendapat pada teman-teman atau penjual di toko kamera� memang boleh-boleh saja. Tapi tidak ada yang lebih mengenal karakteristik memotret Anda daripada Anda sendiri, sedangkan karakteristik tersebut adalah panduan utama dalam menentukan pilihan sebuah alat fotografi.

Apakah Anda jadi/tidak jadi membeli sebuah kamera baru, atau menukar kamera lama dengan model baru, tentu alasan sesungguhnya hanya Anda yang tahu. Jika Anda sudah melakukan analisa dan menentukan prioritas seperti di atas maka tidak akan ada rasa kecewa dan kesal akan keputusan Anda tersebut.

Biar saja pihak lain menggoda atau bahkan mencemooh, tapi Anda tahu betul bahwa inilah kamera yang betul-betul cocok untuk Anda saat ini, tidak sekedar karena ikut-ikutan, dan Anda memang tidak salah pilih. happy

Hartblei 80mm Super-Rotator Tilt Shift Lens MC TS-PC 80mm f/2.8, Tilt Shift Lens Bukan Hanya Untuk Foto Arsitektur

Oleh: Pujo C Agustiyanto

Latar belakang

Ini artikel pertama saya, jadi mohon maaf kalau masih amburadul. Dalam artikel ini saya ingin mengulas lensa yang biasanya digunakan untuk foto arsiktektur, lensa tilt-shift untuk perspective control. Tetapi kali ini saya mengunakan lensa dengan kemampuan tilt-shift ini untuk foto product, untuk mengkontrol ruang ketajaman. Tilt shift bukan hal baru bagi fotografer arsitektur, dan biasanya fotografer menggunakan kamera view atau medium format dengan lensa tilt-shift atau seperti hasselblad flex body.

Tapi saya ingin mencoba untuk mengexplore and membuktikan kalau tilt-shift bukan hanya untuk foto arsitektur saja menggunakan kamera format besar tetapi pengguna 35mm SLR atau DSLR juga dapat menggunakannya untuk foto selain foto arsitektur. Mungkin untuk para teman2 professional di forum ini yang sudah mengunakan kamera view untuk foto2 product mereka ini bukan hal baru lagi, tapi kamera view sangat terbatas sekali penggunaanya (maksudnya di studio saja). Kecuali teman2 tidak keberatan membawa kamera view untuk foto jalan2 atau foto session di lokasi. Serta keterbatasan dana yang membuat saya memilih lensa yang akan saya pakai dalam artikel ini.

Lensa dengan kemampuan tilt-shift sangat dibutuhkan oleh fotografer professional karena lensa ini dapat mengkoreksi perspektif secara analog. Maksudnya perspektif adjustment melalui lensa bukan software. Walaupun software2 sudah semakin canggih untuk kontrol perspektif tapi semua itu dilakukan bukan tanpa kehilangan pixel. Jadi kemampuan perspektif control dalam pemotretan dapat meningkatkan kualitas workflow kita.

Shift dari lensa di gunakan untuk mengkontrol perspektive dari foto, sedangkan kemampuan tilt untuk mengkontrol ruang ketajaman. Karena lensa yang saya pakai bukan wide angle jadi percuma untuk memberikan contoh kemampuan shiftnya, jadi saya hanya memberikan contoh untuk kemampuan tilt dari lensa ini.

Jika ingin tahu teori dasarnya, yaitu teorinya si Scheimpflug untuk ruang ketajaman silahkan liat sendiri kesini http://en.wikipedia.org/wiki/Scheimpflug_principle. Singkatnya kalo sumbu object dan sumbu kamera paralel maka fokusnya fokusnya jadi sempit. Untuk memperlebar ruang fokusnya salah satu sumbu object atau kamera harus di modifikasi. Sumbu object nggak mungkin di modifikasi (karena komposisi) jadi yah sumbu kamera yang di modifikasi dengan mengubah sumbu lensanya jadi separalel mungkin dengan sumbu object (contoh foto A and B).

Hampir semua merek besar membuat lensa spesial ini. Tapi jika melihat harganya membuat pengguna biasa jadi mundur teratur. Contohnya , lensa Nikon 85 mm f/2.8 PC Micro-Nikkor, atau Canon 90mm TSE Harga terakhir yang saya cek sekitar US$1600, kira2 sekitar 15 jutaan kalo di Indonesia. Kalo bekas mungkin masih diatas 10 jutaan. Untuk kantong kita2 yang hanya advance amatiran mengeluarkan duit puluhan juta untuk alat yang hanya dipakai sesekali sangatlah berat..

Jadi saya ingin mencoba alat yang dapat dipakai oleh kamera 35mm atau digital, ringan, ringkas, cukup terjangkau harganya, memiliki kualitas lensa yang tinggi, kuat (professional grade) dan yang terpenting mempunyai kemampuan tilt-shift. Saya memerlukan tilt-shift untuk dapat mengatur ruang ketajaman dan perspectif. Dan pemenangnya adalah

HARTBLEI 80mm Super-Rotator Tilt Shift Lens MC TS-PC 80mm f/2.8, The Monster

Setelah research selama berbulan-bulan saya menemukan lensa yang saya maksud diatas yaitu; HARTBLEI 80mm Super-Rotator Tilt Shift Lens MC TS-PC 80mm f/2.8.

Hartblei mungkin bukan merek baru di dunia fotografi. Mereka adalah pembuat kamera kiev system. Kamera tersebut cukup terkenal pada jaman dulu mungkin sektar tahun 70an. Walupun mereka masih membuaat kamera dengan format medium, tetapi kalah pamor dengan merek2 kamera sekarang seperti Mamiya, Contax, Hassie dan lain2.

Okay cukup segitu aja perkenalannya sama merek tersebut, kalo masih penasaran silahkan lihat langsung saja ke http://www.hartblei.com.

Kembali ke lensa, berikut spek dari lensa ini (note: foto lensa and spek dibawah diambil langsung dari website hartblei, http://www.hartblei.com)


Lens mount type

Canon EOS, Canon FD, Nikon, Minolta Dynax / Maxxum / AF, Minolta MD, Pentax K, M42 Zenit / Praktica / Pentax M, Leica R

Frame format

24×36 mm (35mm SLR / DSLR)

Focal length

80 mm

Focusing

manual

Maximum aperture

1:2.8

Aperture range

2.8 - 22 (manual, 12-blade)

Construction

6 elements in 5 groups

Angle of view

42° (45° with optical unit shifted)

Minimum focus

0.65 m

Filter size

Ø62 mm

Lens movement

TS-PC Super Rotator, both tilt and shift in any direction

Shift movement range

0 to 10 mm in any direction

Tilt movement range

0 to 8° in any direction

Rotation movement range

360°, with click stops every 15°

Dimensions

Ø88×80 mm

Weight

660 grams

Ketika saya melihat spek tersebut saya langsung kesengsem dengan lensa ini. 12 blade aperture pasti bisa menghasilkan bokeh yang cantik, hasil silahkan dinilai sendiri2.

Tilt-shift kesemua arah, wow, tidak satu pun lensa PC atau tiltshift buatan merek besar yang bisa melakukan ini, TSEnya canon rotate 180 derajat. Ini sama seperti saya membawa kamera view tanpa bebannya. Ukuran filter yang standard untuk Nikon yaitu 62mm, jadi nggak usah beli filter2 lagi kecuali uv atau protective filter untuk lensa ini. Dan setelah di telusuri optic lensa ini ternyata menggunakan teknologi lensa2 carl zeiss. Karena memang lensa2 carl zeiss ceritannya dulu di bikin di pabriknya hartblei. Yang paling penting adalah harganya hanya 1/3 dari harga lensa2 merek terkenal, US$500an saja baru gress. Merek tersebut juga mengeluarkan lensa 35mm dengan kemampuan yang sama tapi harganya lebih mahal $300. Mungkin kalo untuk foto arsitektur lebih baik pake lensa itu atau 24mm dari Nikon atau Canon.

Walaupun terlihat kayak monster lensanya tapi masih lebih ringan dan effective di banding medium format atau view kamera. Jadi saya manggil lensa itu monster lens

Untuk membeli lensa ini tidak bisa ditoko biasa, harus langsung dari pabriknya di kiev, Rusia. Saya beli lensa ini di Ebay sekitar US$500, dikirim langsung dari Rusia. Pemaketan cukup baik walaupun tidak rapih sekali. Didalam paket saya mendapatkan Lensa, soft pouch, lens cap depan dan belakang, dan manual singkat.

Kualitas bahan lensa sangat bagus, karena terbuat dari besi. Jadi agak berat, tapi kalo dibanding 85mm f/1.4 nggak beda jauh kok. Saya tidak secara detail mengukur kualitas lensa tersebut karena keterbatasan waktu. Tetapi saya hanya ingin menegaskan kalau lensa TS-PC bukan hanya untuk foto arsitektur saja.

Berikut adalah contoh hasil dari penggunaan lensa ini;

Technical detail:

Lighting : Hensel integra pro (Foto A dan B)

Kamera: Fujifilm S5pro

Lensa: Hartblei 80mm

Aperture: F/8

Speed: 1/125

Tilt: 8 0

Foto A



Foto B



Contoh untuk pemakaian foto portraiture foto C(maaf kalo nggak bagus, no post processing cuman di crop ajah fotonya, saya hanya ingin menunjukan bokehnya) Technical detail f/2.8, 1/40, iso 640 available light

Foto C

bokeh_hartblei

Kesimpulan

Mungkin foto2 diatas biasa saja dari segi teknik, maaf saya bukan fotografer professional (nggak cari makan lewat motret). Tapi semua komentar saya terima. Tapi mudah2an tujuan yang saya ingin sampaikan tercapai. Dengan menggunakan tilt-shift lensa ini dapat menghasilkan foto yang mempunya ruang ketajaman yang bisa diatur. Karena dalam foto produk ruang ketajaman adalah hal yang penting, walaupun perspektif juga penting. Lensa ini untuk ketajaman menurut saya cukup tajam setara dengan lensa2 nikon saya yang lain dan menghasilkan warna2 yang menarik. Bokeh (saya baru tahu kalau ini diambil dari bahasa jepang) juga nggak kalah sama fast lens nikon yang lain. Mungkin ada yang bisa membandingkan bokehnya dengan nikon 85mm f/1.4?

Kelebihan

  • Harga lebih terjangkau dibanding dengan merek asli dari Kamera
  • 12 blade aperture menghasilkan bokeh yang bagus
  • Tilt dapat di putar 360°
  • Shift dapat diputar 360°
  • konstruksi yang sangat kuat
  • Dapat dipakai di SLR atau D-SLR
  • Lebih mobile dibanding view kamera (dengan segala kekurangannya)
Kekurangan

  • Lensa terlihat besar
  • Tidak ada chip untuk kamera 2 modern
  • Tombol kunci pemutar tilt sulit dijangkau, terutama untuk kamera modern yang ujung kepalanya nongol
  • Untuk D-SLR agak sulit untuk focus (harus dibantu dengan Live-View)
  • Kualitas cap dan softcase tidak bagus
  • Manual hanya satu lembar saja untuk lensa yang cukup rumit pemakaiannya
  • Butuh learning curve yang tajam bagi pemakai biasa


Keunikan lain

Lensa ini dapat digunakan untuk stiching. Kira2 bisa nambah sekitar 80% foto untuk stiching dengan menggunakan fungsi shift. Tetapi saya belum coba.

Untuk fotografer portrait, mungkin bisa mengexplore lensa ini untuk selective focusnya. Di US ada beberapa fotografer portrait bahkan wedding yang pakai lensa tilt-shift.

Lihat foto yang pertama lensa saya tilt horisontal 8 derajat dan fokus pada anak yang sedang lari kecil, ruang ketajaman foto tersebut berubah menjadi hanya bagian tengah saja (memanjang kebelakang dari si anak kecil sampai kaki kursi bayi di ujung belakang sana), dan pinggir kiri dan kanan jadi tidak focus.

Detail untuk foto2 dibawah: f/2.8 , 1/30

Foto 1

hartblei_aksan


Untuk foto kedua lensa saya tilr 8 derajat vertikal dan fokus pada muka si anak (fotonya bukan nggak focus tapi goyang, maaf soalnya pake available light), ruang ketajaman hanya sebatas kepala dan leher saja, selebihnya out of focus

Foto 2

hartblei_aksan2

Tambahan

Saya kurang tahu untuk pengiriman ke Indonesia bisa atau tidak(aman atau tidak). Saya berdomisili bukan di indonesia, jadi pengiriman dari Rusia bukan masalah.